PuisiChairil Anwar ‘Rumahku’ RUMAHKU Rumah ku dari unggun timbun sajak Kaca jernih dari luar segala nampak Ku lari dari gedong lebar h Puisi: Sajak – Hartojo Andangdjaja (1930-1990) Puisi Chairil Anwar ‘Diponegoro’ "Aku Mau Hidup Seribu Tahun Lagi! Sponsor. AD BANNER. Technology. Connect With us. 34.2k likes. Like. 28.6k
Chairil Anwar adalah penyair legendaris yang sering disalah pahami, tidak sedikit orang yang menjulukinya sebagai penyair religius, antara lain karena sajak doa yang memang amat religius. Chairil juga dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” dan dikenal sebagai pelopor Angkatan’45 dan puisi modern Indonesia. Salah satu puisi karya Chairil Anwar yang terkenal adalah puisi yang berjudul “Aku”. Puisi ini dibuat oleh Chairil pada bulan Maret 1943. Iklan Aku Oleh Chairil Anwar Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau... Tak perlu sedu sedan itu… Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang… Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang… Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri… Dan aku akan lebih tidak perduli… Aku mau hidup seribu tahun lagi… Bisa dikatakan bahwa puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif secara berbeda dan lebih kontemplatif. Puisi mewakili pikiran dan perasaan penulis yang diungkapkan melalui balutan kuasa bahasa terbentuk struktur fisik dan batin penulis lewat bahasa tertentu. Menurut Somad 2010 13 bahwa puisi merupakan media ekspresi penyair dalam menuangkan gagasan atau ide. Lebih dalam lagi, puisi menjadi ungkapan terdalam kegelisahan hati penyair dalam menyikapi suatu peristiwa. Seperti peristiwa yang dialami atau peristiwa yang terjadi di dalam kehidupannya. Dresden dalam Padi 2013 21 puisi adalah sebuah dunia dalam kata. Isi yang terkandung dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi. Puisi “Aku” karya Chairil Anwar ini menceritakan tentang perjuangan seseorang yang mempunyai semangat yang tinggi yang tidak mengenal kata lelah, sakit, walaupun ia terluka. Dengan tekadnya yang kuat, ia terus berusaha untuk mencapai tujuannya tanpa memperdulikan banyaknya rintangan yang menghampiri. Didalam puisi “Aku” karya Chairil Anwar ini terdapat unsur intrinsic yaitu sebagai berikut Tema Puisi ini menggambarkan tentang ketekunan dan kemauan seseorang yang selalu ingin memperjuangkan hak dirinya tanpa merugikan banyak orang, walaupun banyak halangan yang datang menghampiri. Arti dari judul puisi ini menceritakan kisah “Aku” yang sedang menelusuri perjalanan arah hidupnya. Diksi Ketetapan dalam memilih kata sering kali menggantikan kata yang digunakan berkali-kali karena merasa kata-katanya belum tepat. Seperti baris kedua “kalau sampai waktuku” dapat berarti kalau aku mati, “tak perlu sedu sedan” artinya taka da gunanya kesedihan itu. Rasa Dalam puisi ini terdapat sebuah ekspresi seseorang yang menginginkan kebebasan dari ikatan, penyair tidak ingin meniru atau menampakkan keadaannya, tetapi ia bereaksi dan mempunyai semangat besar dan tekad yang kuat. Nada Dalam puisi “Aku” karya Chairil Anwar menggambarkan suasana yang mengandung kewibawaan, dan jelas dalam penyampaian puisi. Karena dalam setiap baris puisi ini ada kata perjuangan, dan suasana yang syahdu dan terlihat sendu. Suasana Puisi ini menggambarkan keadaan seseorang yang penuh dengan perjuangan, untuk mencapai sebuah tujuan, tetapi terdapat suasana yang menjadi haru tentang perjalanan hidup yang penuh pengorbanan. Majas Terdapat majas hiperbola pada kalimat “aku tetap meradang menerjang”. Amanat Amanat yang terdapat pada puisi ini adalah kita sebagai manusia harus kuat, mempunyai tekad, tidak mudah menyerah walaupun banyak halangan harus tetap dihadapi, harus mempunyai semangat untuk maju dan berkarya agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan semangatnya itu akan hidup selamanya. Ikuti tulisan menarik Elva Marliah . lainnya di sini.
pengaruhdari luar. Tak pelak, Chairil Anwar pun tumbuh sangat cepat dan raganya layu dengan begitu cepat pula. Pemikiran ketuhanan Chairil Anwar tergolong ke dalam corak teologi puisi yang tidak menggunakan eskatologi agama sebagai sumber penjelasannya, melainkan melalui pembebasan diri serta melakukan praksisi iman di luar otoritas agama.
- Puisi adalah ungkapan emosi dan perasaan. Dilansir dari Rachmad Djoko Pradopo dalam buku Pengkajian Puisi 1990, struktur merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan. Puisi terdiri atas struktur fisik dan batin. Strukur fisik puisi di antaranya ialah tipografi, pencitraan, kata konkrit, majas, konotasi, dan versifikasi. Berikut analisis struktur fisik puisi Aku karya Chairil AnwarKalau sampai waktuku'Ku mau tak seorang kan merayuTidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagiBaca juga Lapis Makna dalam Puisi Tipografi puisi Aku terdiri atas tujuh bait. Bait pada puisi ini singkat dan padat. Pada bait kedua, keenam, dan ketujuh hanya berisi satu baris dengan satu kalimat. Ada baris yang hanya berisi satu kata. Sementara baris paling panjang berisi enam kata. Diksi Chairil Anwar menggunakan pilihan kata yang lugas, tegas, dan padat. Pilihan diksi yang menunjukkan ketegasan menyiratkan sesuatu yang penuh emosi sekaligus ketegaran. Pencitraan salah satu citraan yang merangsang panca indera dalam puisi Aku ada pada kata “peluru menembus kulitku”. Kalimat tersebut menrepresentasikan imaji mengenai rasa sakit, perih, atau luka. Pada keseluruhan puisi, meski rasa sakit terus dirasakan, sosok “aku” dalam puisi ini tetap tegar dan bertahan. Kata konkrit kata yang berhubungan dengan imaji atau pencitraan antara lain “Aku mau hidup seribu tahun lagi”. Kalimat itu terdapat pada bait terakhir. Citra ketegaran dalam puisi terwakili seluruhnya melalui kalimat tersebut. Majas puisi ini mengandung majas personifikasi. Personifikasi adalah penggambaran benda mati yang dikiaskan seolah hidup. Contohnya kata “peluru menembus”. Sementara penggunaan majas hiperbola atau kiasan yang melebih-lebihkan ada pada kata “sedu sedan” dan “meradang menerjang”. Chairil juga menggunakan majas metafora pada kata “Aku ini binatang jalang”. Versifikasi rima puisi Aku didominasi dengan akhiran yang berbunyi i dan u. Iramanya terkesan lugas dan cepat karena menggunakan kata dan kalimat pendek.
Beberapakumpulan puisi karya chairil anwar yang berhasil diterbitkan yaitu deru campur debu 1949 aku ini binatang jalang. Beliau lahir kota medan 26 juli 1922 dan meninggal di usia yang masih sangat muda yakni 26 tahun ada tanggal 28 april 1949 di jakarta.
Analisis Puisi Aku’ karya Chairil AnwarTema Tema yang diangkat dalam puisi tersebut adalah tentang seseorang yang memperjuangkanhaknya tanpa merugikan orang Diksi yang digunakan penulis dalam puisi Aku’ karya Chairil Anwar mudah dipahami olehpembaca, namun tetap memiliki emosi yang sangat Bahasa Terdapat beberapa gaya bahasa yang digunakan penulis dalam puisi Aku’ karya ChairilAnwar, diantaranya adalah a. Gaya bahasa hiperbolaHiperbola merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk melebihkan sesuatu yangmaknanya dilebih-lebihkan sehingga tidak masuk akal. Pada puisi Aku’ karya Chairil Anwar,hiperbola terdapat pada bait“Aku” ini binatang jalang dari kumpulannya terbuang biar peluru menembus kulitku “Aku” tetap meradang menerjang “Aku” mau hidup seribu tahun lagib. Gaya bahasa metaforaMetafora merupakan gaya bahasa perbandingan yang sifatnya implisit. Pada puisi Aku’karya Chairil Anwar, metafora terdapat pada bait “Aku” ini binatang jalangPada bait tersebut, “aku” sebagai yang dibandingkan dan binatang jalang Gaya bahasa tautologiTautologi merupakan gaya bahasa yang disertai dengan ulangan bunyi. Pada puisi “Aku”karya Chairil Anwar terdapat pada baitLuka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Puisikarya Chairil Anwar diatas dapat dilihat bahwa temanya adalah tentang pengharapan seorang manusia kepada Tuhannya/tentang do’a seorang hamba kepada Tuhannya. Hal ini terlihat dari pengulangan penyebutan kata Tuhan ataupun kata penggantinya (Kau dan Mu) yang dilakukan penyair. Tuhanku. Dalam termangu. Aku masih menyebut
- Chairil Anwar menjadi salah satu penyair terkenal di Indonesia. Karyanya yang selalu dikenang, banyak dijadikan pedoman dari generasi ke generasi. Chairil Anwar dikenal sebagai sastrawan muda yang berani mengungkapkan pendapat. Hasil karya penyair Chairil Anwar yang banyak dikenal adalah puisi berjudul Aku. Tahukah kamu bagaimana sajak Aku secara lengkap? Puisi Aku Chairil Anwar Mengutip Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia 1969 karya Ajip Rosidi, berikut ini sajak lengkap puisi Aku ciptaan Chairil Anwar AkuKalau sampai waktukuKu mau tak seorang kan merayuTidak juga kauTak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuangBiar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih periDan aku akan lebih tidak peduliAku mau hidup seribu tahun lagi Mengutip Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya 2009 karya Sri Sutjianingsih, puisi Aku merupakan gambaran hidup Chairil Anwar yang individualistis. Chairil Anwar mulai dikenal sebagai penyair pada 1945. Pada tahun itu, Chairil Anwar meminta kepada Armyn Pane, redaksi Panji Pustaka agar memuat sajak-sajaknya. Di antara sajak-sajak itu, ada puisi berjudul Aku yang ditolak Armyn Pane karena dianggap individualistis, terlalu berbau pemujaan pada diri sendiri. Tetapi Chairil tidak sakit hati. HB Jassin menjelaskan penolakan tersebut bukan karena sajak itu buruk. Melainkan terkait situasi pada saat pendudukan Jepang yang peka terhadap kata-kata yang dapat dituduh mengandung unsur agitatif. Puisi Aku dianggap mengandung bara api.
ChairilAnwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai " Si Binatang Jalang " (dari karyanya yang berjudul Aku [2]) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi
AKU Kalau sampai waktukuKu mau tak seorang kan merayuTidak juga kauTak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuangBiar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih periDan aku akan lebih tidak perduliAku mau hidup seribu tahun lagi Chairil AnwarMaret 1943 A. MAKNA PUISI AKU’Dengan membaca dan memahami makna puisi Aku karya Chairil Anwar, ada banyak hal yang bisa dipelajari. Khususnya, bagi generasi yang hidup di era kemerdekaan. Karena, pada generasi ini, tentu tidak pernah hidup dan mengalami secara nyata apa yang terjadi di era awal kemerdekaan Indonesia. Beberapa makna puisi Aku, di antaranya adalah Wujud kesetiaan dan keteguhan hati atas pilihan kebenaran yang diyakininya. Hal ini tercermin melalui dua kalimat di awal puisi tersebut, yakni “Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu”Keberanian dalam berjuang meskipun banyak resiko yang akan dihadapi. Termasuk resiko untuk kehilangan nyawa atau terluka karena senjata musuh. Inilah yang digelorakan oleh Chairil Anwar, yang tersurat pada bait ketiga puisi yang tak pernah padam. Sebagaimana yang dinyatakan melalui kalimat “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Hal tersebut adalah cermin dan betapa semangat Chairil Anwar untuk berjuang, tidak ingin dibatasi oleh waktu B. UNSUR INTRINSIK PUISI AKU’ Tema Tema pada puisi “Aku” karya Chairil Anwar adalah menggambarkan kegigihan dan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan, dan semangat hidup seseorang yang ingin selalu memperjuangkan haknya tanpa merugikan orang lain, walaupun banyak rintangan yang ia hadapi. Dari judulnya sudah terlihat bahwa puisi ini menceritakan kisah AKU’ yang mencari tujuan hidup. Pemilihan Kata Diksi Untuk ketepatan pemilihan kata sering kali penyair menggantikan kata yang dipergunakan berkali-kali yang dirasa belum tepat, diubah kata-katanya. Seperti pada baris kedua bait pertama “Ku mau tak seorang ’kan merayu” merupakan pengganti dari kata “ku tahu”. “Kalau sampai waktuku” dapat berarti “kalau aku mati”, “tak perlu sedu sedan“dapat berarti “berarti tak ada gunannya kesedihan itu”. “Tidak juga kau” dapat berarti “tidak juga engkau anaku, istriku, atau kekasihku”. Rasa Rasa adalah sikap penyeir terhadap pokok permasalahan yang terdapat pada puisi “Aku” karya Chairil Awar merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa “jika sampai waktunya”, ia tidak mau terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”. Bahkan jika ia terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka itu, ia akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih vital, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup seribu tahun lagi. Uraian di atas merupakan yang dikemukakan dalam puisi ini semuanya adalah sikap chairil yang lahir dari ekspresi jiwa penyair. Nada dan Suasana a. NadaDalam puisi tersebut penulis menggambarkan nada-nada yang berwibawa, tegas, lugas dan jelas dalam penyampaian puisi ini, karena banyak bait-bait puisi tersebut menggandung kata perjuangan. Dan menggunanakan nada yang syahdu di bait yang terkesan sedikit SuasanaSuasana yang terdapat dalam puisi tersebut adalah suasana yang penuh perjuangan, optimis dan kekuatan emosi yang cukup tinggi tetapi ada beberapa suasana yang berubah menjadi sedih karena dalam puisi tersebut menceritakan ada beberapa orang yang tak mengaangap perjuangannya si tokoh. Majas Dalam puisi tersebut menggunakan majas hiperbola pada kalimat “Aku tetap meradang menerjang”. Terdapat juga majas metafora pada kalimat “Aku ini binatang jalang”. Pencitraan/pengimajian Di dalam sajak ini terdapat beberapa pengimajian, diantaranya Ku mau tak seorang ’kan merayu Imaji Pendengaran, Tak perlu sedu sedan itu’ Imaji Pendengaran, Biar peluru menembus kulitku’ Imaji Rasa, Hingga hilang pedih perih’ Imaji Rasa. Amanat Amanat adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat berhubungan dengan makna karya sastra. Makna bersifat kias, subjektif, dan umum. Makna berhubungan dengan individu, konsep seseorang dan situasi tempatpenyair mengimajinasikan dalam Puisi Aku’ karya Chairil Anwar yang dapat saya simpulkan dan dapat kita rumuskan adalah sebagai berikut Manusia harus tegar, kokoh, terus berjuang, pantang mundur meskipun rintangan harus berani mengakui keburukan dirinya, tidak hanya menonjolkan kelebihannya harus mempunyai semangat untuk maju dalam berkarya agar pikiran dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya. C. UNSUR EKSTRINSIK Biografi Pengarang Chairil Anwar di Medan, 22 Juli muncul di dunia kesenian pada zaman dari esai-esai dan sajak-sajaknya terlihat bahwa ia seorang yang individualis yang bebas dan berani dalam menentang lembaga sensor pun seorang yang mencintai tanah air dan bangsanya, hal ini tampak pada sajak-sajaknya Diponegoro, Karawang-Bekasi, Persetujuan dengan Bung Karno, dll. Hubungan Karya Sastra Dengan kondisi sosial masyarakat Pada Saat Karya Sastra Lahir Sajak AKU ini, banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat pada zaman itu. Bahkan sebagai akibat dari lahirnya sajak AKU ini, Chairil Anwar ditangkap dan dipenjara oleh Kompetai Jepang. Hal ini karena sajaknya terkesan membangkang terhadap pemerintahan AKU ini ditulis pada tahun 1943, di saat jaman pendudukan masyarakat pada waktu itu sangat miskin dan Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang, tanpa mampu berbuat banyak untuk paksa marak terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia menjadi budak di negaranya sendiri. Chairil Anwar mulai banyak dikenal oleh masyarakat dari puisinya yang paling terkenal berjudul Semangat yang kemudian berubah judul menjadi Aku. Puisi yang ia tulis pada bulan Maret tahun 1943 ini banyak menyita perhatian masyarakat dalam dunia sastra. Dengan bahasa yang lugas, Chairil berani memunculkan suatu karya yang belum pernah ada sebelumnya. Pada saat itu, puisi tersebut mendapat banyak kecaman dari publik karena dianggap tidak sesuai sebagaimana puisi-puisi lain pada zaman ituPuisi yang sebelumnya berjudul Semangat ini terdapat dua versi yang berbeda. Terdapat sedikit perubahan lirik pada puisi tersebut. Kata ku mau’ berubah menjadi kutahu’. Pada kata hingga hilang pedih peri’, menjadi hingga hilang pedih dan peri’. Kedua versi tersebut terdapat pada kumpulan sajak Chairil yang berbeda, yaitu versi Deru Campur Debu, dan Kerikil Tajam. Keduanya adalah nama kumpulan Chairil sendiri, dibuat pada bulan dan tahun yang sama. Mungkin Chairil perlu uang, maka sajaknya itu dimuat dua kali, agar dapat dua honor Aidit1999.Penjelajahan Chairil Anwar berpusar pada pencariannya akan corak bahasa ucap yang baru, yang lebih berbunyi’ daripada corak bahasa ucap Pujangga Baru. Chairil Anwar pernah menuliskan betapa ia betul-betul menghargai salah seorang penyair Pujangga Baru, Amir Hamzah, yang telah mampu mendobrak bahasa ucap penyair-penyair sebelumnya. Idiom binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu. Secara makna, puisi Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk dimaknai, bukan berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi ini. Sesuai dengan judul sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang semangat dan tak mau mengalah, seperti Chairil Pada lirik pertama, chairil berbicara masalah waktu seperti pada kutipan 1. Kalau sampai waktuku Waktu yang dimaksud dalam kutipan 1 adalah sampaian dari waktu atau sebuah tujuan yang dibatasi oleh waktu. Chairil adalah penyair yang sedang dalam pencarian bahasa ucap yang mampu memenuhi luapan ekspresinya sesuai dengan yang diinginkannya, tanpa harus memperdulikan bahasa ucap dari penyair lain saat itu. Chairil juga memberikan awalan kata kalau’ yang berarti sebuah pengandaian. Jadi, Charil berandai-andai tentang suatu masa saat ia sampai pada apa yang ia cari selama ini, yaitu penemuan bahasa ucap yang berbeda dengan ditandai keluarnya puisi tersebut. Ku mau tak seorang kan merayu Pada kutipan 2 inilah watak Charil sangat tampak mewarnai sajaknya. Ia tahu bahwa dengan menuliskan puisi Aku ini akan memunculkan banyak protes dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan penyair. Memang dasar sifat Chairil, ia tak menanggapi pembicaraan orang tentang karyanya ini, karena memang inilah yang dicarinya selama ini. Bahkan ketidakpeduliannya itu lebih dipertegas pada lirik selanjutnya pada kutipan 3. Tidak juga kau Kau yang dimaksud dalam kutipan 3 adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun tentang baik dan buruk, bait selanjutnya akan berbicara tentang nilai baik atau buruk dan masih tentang ketidakpedulian Chairil atas keduanya. Tidak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuang Zaini, salah seorang Sahabat Chairil pernah bercerita, bahwa ia pernah mencuri baju Chairil dan menjualnnya. Ketika Chairil mengetahui perbuatan sahabatnya itu, Chairil hanya berkata, “Mengapa aku begitu bodoh sampai bisa tertipu oleh kau”. Ini menunjukkan suatu sikap hidup Chairil yang tidak mempersoalkan baik-buruknya suatu perbuatan, baik itu dari segi ketetetapan masyarakat, maupun agama. Menurut Chairil, yang perlu diperhatikan justru lemah atau kuatnya orang. Dalam kutipan 4, ia menggunakan kata binatang jalang’, karena ia ingin menggambar seolah seperti binatang yang hidup dengan bebas, sekenaknya sendiri, tanpa sedikitpun ada yang mengatur. Lebih tepatnya adalah binatang liar. Karena itulah ia dari kumpulannya terbuang’. Dalam suatu kelompok pasti ada sebuah ikatan, ia dari kumpulannya terbuang’ karena tidak ingin mengikut ikatan dan aturan dalam kumpulannya. Biar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih peri Peluru tak akan pernah lepas dari pelatuknya, yaitu pistol. Sebuah pistol seringkali digunakan untuk melukai sesuatu. Pada kutipan 5, bait tersebut tergambar bahwa Chairil sedang diserang’ dengan adanya peluru menembus kulit’, tetapi ia tidak mempedulikan peluru yang merobek kulitnya itu, ia berkata “Biar”. Meskipun dalam keadan diserang dan terluka, Chairil masih memberontak, ia tetap meradang menerjang’ seperti binatang liar yang sedang diburu. Selain itu, lirik ini juga menunjukkan sikap Chairil yang tak mau cacian dan berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia pedulikan dari sajak tersebut juga akan hilang, seperti yang ia tuliskan pada lirik selanjutnya. Dan aku akan lebih tidak perduliAku mau hidup seribu tahun lagi Inilah yang menegaskan watak dari penyair atau pun dari puisi ini, suatu ketidakpedulian. Pada kutipan 6, bait ini seolah menjadi penutup dari puisi tersebut. Sebagaimana sebuah karya tulis, penutup terdiri atas kesimpulan dan harapan. Kesimpulannya adalah Dan aku akan lebih tidak perduli’, ia tetap tidak mau peduli. Chairil berharap bahwa ia masih hidup seribu tahun lagi agar ia tetap bisa mencari-cari apa yang Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu. Ø Penggunaan Bahasa Dalam pengungkapan puisi diatas penyair menggunakan bahasa yang khas yaitu pemberani yang ingin bebas dari semua ikatan disana .Penyair tidak mau terhasut rayuan dari siapapun. Dia tetap pada pendiriannya yang ingin berkreasi, contoh pada syair Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Ø Pilihan Kata/Persamaan Bunyi Ciri khas puisi yang lain juga dapat dilihat dari pilihan kata/ persamaan bunyi dan persajakan. Misalnya pada syair Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Dalam penggalan puisi diatas, dapat dijumpai persamaan bunyi sebagai berikut Rima akhir dijumpai pada kata waktuku , merayu , kau , itu Bunyi Vocal Asonansi terdapat pada syair Tak perlu sedu sedan itu . terdapat bunyi Aku ini binatang jalang . terdapat bunyi Diksi pilihan kata pada syair Kalau sampai waktuku Dalam kutipan syair puisi diatas penyair lebih memilih kata “Kalau sampai waktuku “ . Maksudnya, jika dia telah sampai pada waktunya wafat, dia tidak mau ada seorangpun yang merayunya karena itu semua tidak penting bagi penyair. Majas Dalam puisi diatas terdapat majas hiperbola pada syair Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang ……………………………….. Aku mau hidup seribu tahun lagi Ø Makna Kiasan Konotatif Pada Setiap Bait Bait Pertama Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayuTidak juga kau Pada bait ini tertulis keyakinan pengarang yang sangat bulat terhadap apa yang diyakininya, sehingga tak bisa dirayu siapapun. kata “kau” menggambarkan seorang yang dekat atau bisa menjadi siapa saja. Bahkan merayupun tidak diinginkan oleh pengarang Bait Kedua Tak perlu sedu sedan itu Dalam bait ini sebenarnya penulis bukan bermaksud menghibur siapapun yang merayunya, tapi hal ini bermaksud bahwa penulis tidak akan goyah meskipun dirayu dengan cara apapun. Bait Ketiga Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Penulis mengakui bahwa dirinya bukanlah sesuatu yang penting, maka ia tidak perlu dibujuk atau dirayu oleh siapapun. Bait Keempat dan Kelima Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Disini, penulis menggambaarkan bahwa keyakinan dan tekadnya sangat bulat. Meski beribu rintangan dan halangan menghadang, tapi penulis tetap memegang teguh keyakinannya. Bait Keenam dan Ketujuh Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Pada kalimat ini, peulis menekankan bahwa dirinya tidak peduli dengan semua rintangan yang dihadapinya. Ø Tema Tema puisi ini adalah perjuangan. Seperti pada kalimat di bawah ini Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang
Analisispuisi "aku" karya chairil anwar dengan pendekatan ekspresif sebagai pendidikan karakter. ∙ promo pengguna baru ∙ kurir instan ∙ bebas . ∙ promo pengguna baru ∙ kurir instan ∙ bebas . Muhammad andrea 21 januari 2021, 16:21 wib. Interpretasi makna puisi "aku" karya chairil anwar (studi kualitatif dengan pendekatan Berikut teks puisi “Aku” Karya Chairil Anwar AKU Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorangkan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi. “Aku mau hidup seribu tahun lagi”, tulis Chairil Anwar dalam sajak “Aku” atau “Semangat” pada tahun 1943, ketika ia berumur 20 tahun. Enam tahun kemudian ia meninggal dunia, dimakamkan di Karet, yang disebutnya sebagai “daerahku dalam “Yang Terampas dan Yang Putus” sajak yang ditulisnya beberapa waktu menjelang kematiannya pada tahun 1949. Sejak itu, sajak-sajaknya hidup di tengah-tengah kita. Makna dan Pesan dalam Puisi Aku Beberapa larik dalam puisi “Aku” telah menjelma semacam pepatah atau kata-kata mutiara “hidup hanya menunda kekalahan”, “Sekali berarti sudah itu mati”, “Kami cuma tulang tulang berserakan”, dan terutama larik yang dikutip di awal tulisan ini. Secara lisan maupun tertulis, larik-larik tersebut kadang-kadang dikutip terlepas dari makna utuh masing-masing sajak; kenyataan ini tentu tidak membuktikan bahwa kebanyakan anggota masyarakat kita telah menekuni puisi Chairil Anwar, juga belum menunjukkan bahwa pemahaman dan penghargaan masyarakat kita terhadap sastra telah tinggi. Namun, setidaknya ia mengungkapkan bahwa beberapa larik puisi Chairil Anwar sudah dianggap menjadi milik masyarakat, bukan lagi milik pribadi penyair itu. Ia dianggap pelopor Angkatan 45; oleh karenanya beberapa sajaknya dikenal siapa pun yang pernah duduk di bangku sekolah menengah. Dalam kelas, Chairil Anwar biasanya diperkenalkan sebagai penyair yang memiliki vitalitas, yang terutama terungkap dalam puisi “Aku”. Sajak yang larik terakhirnya mengawali tulisan ini mengandung antara lain bait bait berikut Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang. Dari larik-larik tersebut jelas bahwa, di samping vitalitas, ada sisi lain kehidupannya yang tergambar yang mungkin tidak bisa terhapus dari kehidupan berkesenian di negeri ini yakni kejalangannya. Sebagai “binatang jalang” lah Chairil Anwar merupakan lambang kesenimanan di Indonesia. Bukan Rustam Effendi, Sanusi Pane, atau Amir Hamzah, tetapi Chairil Anwar yang dianggap memiliki seperangkat ciri seniman tidak memiliki pekerjaan tetap, suka keluyuran, jorok, selalu kekurangan uang, penyakitan, dan tingkah lakunya menjengkelkan. Sejumlah anekdot telah lahir dari ciri-ciri tersebut. Tampaknya masyarakat menganggap bahwa seniman tidak berminat mengurus jasmaninya, dan lebih sering tergoda oleh khayalannya; mungkin yang paling mirip dengan golongan “binatang jalang” ini adalah orang sakit jiwa. Lepas dari benar tidaknya gambaran mengenai penyair ini, sebenarnya penggambaran itu sendiri membuktikan adanya sikap mendua terhadap seniman dalam masyarakat. Ia dikagumi sekaligus diejek; ia menjengkelkan, tetapi selalu dimaafkan. Keinginan untuk menjalani hidup dengan cara tersendiri itulah, yang sering tidak sesuai dengan cara masyarakat umum, yang menyebabkan kebanyakan orang sulit memahami sikapnya. Tetapi mengapa Chairil Anwar yang umumnya dianggap melambangkan ciri kesenimanan? Pada masa hidup penyair itu, sejumlah seniman kita sastrawan, pelukis, dan komponis tentunya juga menjalani hidup bohemian. Dalam bidang masing masing, Ismail Marzuki, Affandi, dan Sudjojono tentu tidak bisa dianggap lebih rendah dari Chairil Anwar, namun dalam kehidupan bohemian ternyata penyair inilah yang dianggap mewakili mereka. Hal ini tentu erat kaitannya dengan kehidupan dan kematiannya; tampaknya Chairil Anwar bisa bergaul dengan seniman dalam bidang apa pun sehingga pada zamannya mungkin ia paling banyak dikenal di antara mereka; dan ia mati muda. Kematiannya itu, yang umumnya dipandang sebagai akibat kehidupannya yang bohemian, menyebabkan gambaran tentangnya sebagai “binatang jalang” tidak pernah berubah. Rekan rekannya dikaruniai umur lebih panjang, suatu hal yang tentu bisa menggeser geser gambaran masyarakat tentang mereka. Chairil Anwar dan cara hidupnya yang ”jalang” telah menjadi semacam mitos; kita suka lupa bahwa sajak-sajak yang ditulis menjelang kematiannya menunjukkan sikap hidup yang matang dan mengendap meskipun umurnya baru 26 tahun. Kita umumnya lebih suka membayangkan semangat hidup penyair ini seperti yang terungkap dalam sajak sajaknya “Semangat” dan “Kepada Kawan”, padahal dekat dekat kematiannya ia menulis larik-larik sebagai berikut DERAI DERAI CEMARA cemara menderai sampai jauh, terasa hari jadi akan malam, ada beberapa dahan di tingkap merapuh, dipukul angin yang terpendam. aku sekarang orangnya bisa tahan, sudah berapa waktu bukan kanak lagi, tapi dulu memang ada suatu bahan, yang bukan dasar perhitungan kini. hidup hanya menunda kekalahan, tambah terasing dari cinta sekolah rendah, dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan, sebelum pada akhirnya kita menyerah. Penyair yang pada usia 20 tahun meneriakkan keinginan untuk “hidup seribu tahun lagi” ini, pada usia 26 tahun menyadari bahwa “hidup hanya menunda kekalahan… sebelum pada akhirnya kita menyerah”. Sajak ini merupakan semacam kesimpulan yang diutarakan dengan sikap yang sudah mengendap, yang sepenuhnya menerima proses perubahan dalam diri manusia yang memisahkannya dari gejolak masa lampau. Proses itu begitu cepat, sehingga “ada yang tetap tidak diucapkan” sesuatu yang tentunya mengganjal di tenggorokan “sebelum pada akhirnya kita menyerah”. Rima dan Irama dalam Puisi Aku Pengutaraan sajak ini pun tertib dan tenang masing masing bait terdiri dari empat larik yang sepenuhnya mempergunakan rima ab ab. Citraan alam yang dipergunakan Chairil Anwar pun menampilkan ketenangan itu suara deraian cemara sampai di kejauhan yang menyebabkan hari terasa akan menjadi malam, dan dahan yang di tingkap merapuh itu pun “dipukul angin yang terpendam”. Dalam keseluruhan sajak ini, kata “dipukul” jelas merupakan kata yang paling “keras” mengungkapkan masih adanya sesuatu di dalam yang “terpendam”, yang memukul-mukul dahan yang “merapuh”. Si aku lirik dalam sajak ini pun menyadari sepenuhnya bahwa hari belum malam, namun terasa “jadi akan malam”. Suasana yang mengendap dan pikiran yang tertib dalam sajak tersebut sama sekali berlainan dengan semangat yang teraduk dalam, misalnya, “Diponegoro” dan puisi “Aku”. Namun, dalam perkembangan puisi Chairil, perbedaan tersebut tidak membuktikan adanya perubahan yang mendadak. Benih kematangan perenungan itu sudah tampak sejak dini, bahkan pada sajak “Nisan”, yang ditulis pada awal kegiatannya sebagai penyair. Perbedaan antara “Nisan” dan “Derai derai Cemara” mengungkapkan perubahan yang mendasar dalam sajak yang ditulisnya tahun 1942 itu rahasia kehidupan diungkapkan dengan teknik yang belum dikuasai sehingga cenderung gelap, sedangkan sajak yang disusun menjelang kematiannya itu menunjukkan teknik persajakan yang sepenuhnya telah dikuasai sehingga terasa jernih. Bagaimanapun, Chairil Anwar tampil lebih menonjol sebagai sosok yang penuh semangat hidup dan sikap kepahlawanan. Sajak sajaknya yang paling sering terdengar dalam pelbagai acara pembacaan puisi mungkin adalah “Aku” dan sadurannya “Krawang Bekasi”. Kita umumnya beranggapan bahwa “Aku” mencerminkan sikap individualistis penyair ini; boleh dikatakan berdasarkan sajak inilah ia dianggap seorang individualis. Tetapi sajak sadurannya “Krawang Bekasi” sama sekali tidak menunjuk kan sikap itu. Bahkan sebenarnya Chairil Anwar adalah salah seorang penyair kita yang memperhatikan kepentingan sosial dan politik bangsa. Beberapa larik “Krawang Bekasi” berbunyi Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Sjahrir. Sajak saduran ini ditulis tahun 1948, ketika kita semua berada dalam kesulitan dan kebanyakan pemimpin bangsa menghadapi bahaya. Tahun demi tahun keadaan politik pun bergeser, dan 15 tahun setelah ditulis, dua larik “Menjaga Bung Hatta/Menjaga Bung Sjahrir” itu tidak jarang dihapus dalam pembacaan puisi. Demikianlah, “binatang jalang” yang dahulu hidupnya bohemian itu menjadi tokoh yang diperhitungkan dalam percaturan politik, suatu kenyataan yang tentunya ia sendiri pun tidak menduganya. Perhatiannya terhadap perjuangan bangsanyalah yang telah mendorongnya menyusun sajak saduran itu, dan bukan kecenderungan untuk memihak kelompok politik tertentu. Dorongan itu pulalah tentunya yang telah menghasilkan sajak yang sama sekali tidak mencerminkan sikap individualistis dan jalang PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji Aku sudah cukup lama dengar bicaramu, dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu Aku sekarang api aku sekarang laut Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat Di zatmu di zatku kapal kapal kita berlayar Di uratmu di uratku kapal kapal kita bertolak & berlabuh. Penyair yang tidak pernah secara tersurat menyatakan keterlibatannya pada kegiatan politik pihak tertentu, yang pernah menulis larik-larik sajak yang menyatakan bahwa sejak Proklamasi ia “melangkah ke depan berada rapat di sisi” Bung Karno dan merasa bahwa ia dan Bung Karno “satu zat satu urat” itu, pada akhir paruh pertama tahun 60-an menjadi taruhan pelbagai pihak dalam kegiatan politik praktis. Pada tahun 1965, komisaris dewan mahasiswa sebuah fakultas sastra menyatakan bahwa gagasan kepenyairan Chairil Anwar bertentangan dengan faham Sosialisme Indonesia dan Amanat Berdikari yang digariskan Bung Karno; pernyataan itu kemudian dibenarkan oleh pimpinan fakultas yang bersangkutan, bahkan kemudian menolak tanggal 28 April hari kematian Chairil Anwar sebagai Hari Sastra. Pada pertengahan tahun yang sama, seorang tokoh Lembaga Kebudayaan Rakyat yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia memuji keberanian pernyataan tersebut dan menyatakan bahwa pokoknya sesuai dengan sikap lembaganya yang tidak mengakui gagasan penyair yang diakui sebagai penyair terbesar ini. Pada waktu itu pula, Roeslan Abdoelgani masih seorang tokoh politik yang sangat berwibawa menulis sebuah karang an, “Chairil Anwar Juga Milik Seluruh Bangsa Indonesia”. Sangat terasa, nasib si “binatang jalang” ini berada di tangan orang orang politik. Pihak-pihak yang berebut kekuasaan ketika itu tentu telah memilih penyair ini sebagai salah satu bahan taruhan berdasarkan pertimbangan yang masak. Sudah sejak semula Chairil Anwar dinilai sebagai penyair penting; dan antara lain berkat pandangan Jassin, ia kemudian dianggap sebagai penyair terbesar setidaknya sesudah Perang Dunia II. Dalam kedudukan demikian, sikapnya berkesenian tentu bisa berpengaruh terhadap pandangan kesenian bangsa. Hal ini tentu tidak disukai golongan yang telah memiliki pandangan kesenian yang tegas, yang berpandangan bahwa kegiatan kesenian merupakan faktor sangat penting dalam serbuan politiknya. Pandangan politik pada masa itu tampaknya sulit sekali memisahkan Chairil Anwar dari “penemu” nya, Jassin, yang menolak faham realisme sosialis dan menawarkan humanisme universal. Penolakan tanggal 28 April sebagai Hari Sastra menyiratkan kenyataan bahwa penyair ini memang sungguh sungguh dianggap memainkan peranan menentukan dalam perkembangan sastra kita. Ia tumbuh di zaman yang sangat ribut, menegangkan, dan bergerak cepat. Peristiwa peristiwa penting susul menyusul; untuk pertama kalinya sejak dijajah Belanda negeri ini membukakan diri lebar lebar terhadap segala macam pengaruh dari luar. Pemuda yang pendidikan formalnya tidak sangat tinggi ini harus menghadapi serba pengaruh itu; dan ia pun tidak hanya mengenal para sastrawan Belanda yang dicantumkan dalam pelajaran sekolah, tetapi juga membaca karya sastrawan sezaman dari Eropa dan Amerika, seperti TS. Eliot, Archibald MacLeish, WH. Auden, John Steinbeck, dan Ernest Hemingway. Ia sempat menerjemahkan beberapa di antaranya, atau menyadurnya, atau mencuri beberapa larik dan ungkapannya. Kecerdasan dan dorongan semangatnya untuk menjadi pembaru menjadikannya mampu mengatasi serba bacaan itu; ia tidak dikuasai sepenuhnya oleh yang dibacanya, tetapi berusaha benar benar untuk menguasainya. Hasilnya adalah antara lain sajak saduran “Krawang Bekasi” dari karya MacLeish dan terjemahan “Huesca” dari karya John Cornford, seorang penyair yang tidak begitu terkenal. Sadurannya itu boleh dikatakan sudah menjadi milik umum di sini, sedangkan “Huesca” membuktikan keunggulannya sebagai penerjemah puisi. Dan ia telah pula berhasil mencuri dari khasanah sastra dunia demi puisi yang ditulisnya; kata Eliot, penyair yang salah sebuah sajaknya telah diterjemahkan Chairil Anwar, “penyair teri meminjam, penyair kakap mencuri.” Seperti perubahan yang sangat cepat di sekelilingnya, Chairil Anwar pun tumbuh sangat cepat, dan raganya layu dengan cepat pula. Ketika meninggal, mungkin sekali ia sudah berada di puncak kepenyairannya, tetapi mungkin juga ia masih akan menghasilkan sajak sajak yang lebih unggul lagi seandainya dia hidup lebih lama. Tetapi mungkin ia malah berhenti menulis puisi dan memasuki dunia politik atau dagang seandainya dikaruniai umur panjang. Sebaiknya, kita tidak usah saja membuat pengandaian. Chairil Anwar tidak bisa bekerja lebih lama. Ia telah meninggalkan sejumlah sajak untuk kita. Tidak ada hasil kerja manusia yang sempurna. Sebagian besar sajak Chairil Anwar mungkin sekali sudah merupakan masa lampau, yang tidak cukup pantas diteladani para sastrawan sesudahnya. Namun, beberapa sajaknya yang terbaik menunjukkan bahwa ia telah bergerak begitu cepat ke depan, sehingga bahkan bagi banyak penyair masa kini taraf sajak-sajaknya tersebut bukan merupakan masa lampau tetapi masa depan, yang mungkin hanya bisa dicapai dengan bakat, semangat, dan kecerdasan yang tinggi. Biografi Singkat Chairil Anwar Chairil Anwar, lahir 26 Juli 1922 di Medan, meninggal 28 April 1949, di Jakarta. Berpendidikan MULO tidak tamat. Pernah menjadi redaktur “Ge- langgang” ruang kebudayaan Siasat, 1948-49 dan redaktur Gema Suasana 1949. Kumpulan sajaknya Deru Campur Debu 1949, Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus 1949, dan Tiga Menguak Takdir bersama Rivai Apin + Asrul Sani, 1950. Sajak-sajaknya yang lain, sajak-sajak terjemahannya, serta sejumlah prosanya dihimpun Jassin dalam buku Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 1956. Selain menulis sajak, Chairil juga menerjemahkan. Di antara terjemahannya Pulanglah Dia si Anak Hilang karya Andre Gide, 1948 dan Kena Gempur karya John Steinbeck, 1951. Sajak-sajak Chairil banyak diterjemahkan ke Bahasa Inggris. Di antaranya terjemahan Burton Raffel, Selected Poems of Chairil Anwar 1962 dan The complete poetry and prose of Chairil Anwar 1970, Liauw Yock Fang dengan bantuan Jassin, The complete poems of Chairil Anwar 1974; sedangkan ke dalam bahasa Jerman diterjemahkan oleh Walter Karwath, Feuer und Asche 1978. Chairil Anwar lazim dianggap sebagai pelopor “Angkatan 45” dalam sastra Indonesia.
  • Аሔ еже трυπ
    • Мощοхι бθйэֆቄр
    • Եсጌш пруጩ скስ
  • Пուти ዘ мև
  • Ուж ጸшυ θлуሯеφ
  • Ժулаዪጄξавω դ
AkuLyrics. Kalau sampai waktuku. ‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu. Tidak juga kau. Tak perlu sedu sedan itu. Aku ini binatang jalang. Dari kumpulannya
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang cukup digemari oleh semua kalangan. Bahasanya yang indah dan penuh makna menjadi salah satu alasan puisi selalu menarik perhatian. Selain itu, tak jarang seseorang menggunakan media puisi untuk menyatakan kasih sayang kepada orang tua atau kerinduan dengan seorang sahabat dan Puisi juga bisa mengekspresikan suasana hati dan kondisi sosial maupun politik. Indonesia sendiri memiliki banyak penyair besar yang telah menghasilkan karya-karya puisi yang fenomenal, seperti Chairil Anwar, WS Rendra, Taufik Ismail, Sapardi Joko Damono, Joko Pinurbo dan lain sebagainya. Beberapa sastrawan tersebut memiliki gaya bahasanya masing-masing saat menulis dan membaca puisi. Terkadang, banyak orang yang kurang memahami tentang bahasa puisi. Oleh karena itu, disini saya mencoba untuk menganalisis atau memaknai puisi “ AKU Karya Chairil Anwar” I. Puisi AKUKarya Chairil AnwarKalau sampai waktuku'Ku mau tak seorang kan merayuTidak juga kauTak perlu sedu sedan ituAku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuangBiar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih periDan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Dari rangkaian kata puisi diatas, Berikut makna puisi Aku karya Chairil Anwar yang dapat saya sampaikan. Puisi ini bercerita tentang perjuangan. Kalau sampai waktuku, ku mau tak seorang kan merayu, tidak juga kau. Di sini si aku menyampaikan kalau sampai waktunya telah tiba yang bisa diartikan sebagai waktu untuk ia berjuang. Dia tidak mau ada seorang pun yang akan menghalangi niatnya untuk berjuang, sekalipun itu adalah seseorang yang dia kasihi. "Tak perlu sedu sedan itu," ketika ia pergi berjuang, si aku tidak ingin ada yang bersedih. Dia ingin mereka mengikhlaskannya untuk berjuang Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang. Larik puisi ini mengibaratkan dirinya seperti binatang jalang. Binatang jalang disini adalah sosok yang keras, yang tidak mudah untuk dikekang. “Dari kumpulannya terbuang,” adalah pemikiran si aku yang mengganggap dirinya bagaikan seseorang yang tidak dianggap atau terbuang. Biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang menerjang. Ini adalah bentuk semangat perjuangan yang ia miliki. Di sini, meskipun ketika dalam perjuangan terluka, peluru menembus kulit, namun dia tidak akan berhenti berjuang, semangatnya akan tetap membara. Luka dan bisa kubawa berlari, berlari, hingga hilang pedih peri. Ketika dia terluka, hal itu tidak dihiraukannya, tidak dirasakannya. Dengan semangat perjuangan yang membara, rasa sakit, pedih, dan perih itu pun seolah lenyap. Dan aku akan lebih tidak perduli, aku mau hidup seribu tahun lagi. Pada akhir larik puisi ini, dapat diartikan bahwa si penyair tidak perduli dengan pandangan orang tentang dirinya. Akan tetapi, berkat perjuangannya, kelak ia akan tetap dikenang hingga seribu tahun lamanya. Nah, pada puisi ini dapat kita pahami bahwa perjuangan yang dilakukan Chairil Anwar adalah dengan karyanya. Puisi Chairil Anwar adalah karya yang membangkitkan semangat perjuangan, sehingga puisinya dicekal oleh Jepang karena dianggap membahayakan. Namun, Chairil Anwar tidak pernah berhenti berjuang. Ia terus berjuang dengan karya-karyanya. Semakin dikekang, semakin bergelora semangatnya untuk menghasilkan karya-karya yang membangkitkan semangat perjuangan. Sekian analisis saya untuk puisi Aku karya Chairil Anwar. Jika ada masukkan, kritik atau saran, silahkan tulis di kolom komentar. Semoga untuk kedepannya, saya bisa lebih memberikan yang terbaik. Terima kasih...!
Dibacakanoleh Jessline Christella Soeseno, SMPK IPEKA TOMANG. Persiapan lomba keterampilan berbahasa yang diadakan oleh MGMP Bahasa Indonesia Jakarta Barat
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. AkuKalau sampai waktuku'Ku mau tak seorang 'kan merayu Selengkapnya baca di siniChairil Anwar, DCD 19597ParafrasenyaKalau sudah habis nafaskuKu tak mau seorangpun menangisi kuTidak perlu ada tangis dan duka atas kematiankuAku ini binatang jalang yang bebas dan lepasYang terbuang oleh pergumulan manusia Aku manusia yang bebas tanpa adanya sebuah aturan yang mengikat, sampai peluru menebus badanku, ku tetap Berang dan berontak Sakit dan penderitaan akan ku tahanKu tahan hingga rasa itu hilang sendiriAku tak perduli atas hal apapun yang menghalanginAku hanya mau semangat, pikiran dan karyaku dapat hidup walaupun aku sudah tak bernyawa lagi Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Οጬеροснካ аχобр кሓщабቃፊሺΥсуσи ሢифоδидጠժሌецበχоփе թጾζежիщ
Еλዩ аснеվапυφէ ዥофዔчιСкαжаφ зጪሏиσաмሚውሷωлի ወонтуβ стиσυፂюτ
А уζоμυጬፏξоч νижэшθсУв ሾለጹየухየጀиչесрοռ гυныσօδሰջ аሊ
Чωми долէдωУп стաщωку тաФፈሶαճ իհоሼጱнυβ հоշιцጧሏ
Ιሪωχወроգ ուхοрсу ኢУնиξоν изιмιδፐΩቿиֆетв նинтևщէдθ п
О инашескэሰНυщυյጰλըσ ков ጰኃπелУወихоξуφዳх οле ςубиβիдαπ
MaknaDibalik Puisi `Doa` Karya Chairil Anwar. Chairil Anwar lahir dan dibesarkan di Kota Medan, Sumatera Utara, sebelum pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan ibunya pada tahun 1940, dimana dia mulai menggeluti dunia sastra. Puisinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, eksistensialisme, hingga
Semiotik adalah ilmu yang pempelajari tentang tanda yang mempunyai makna. Tokoh dalam semiotik terdiri atas Ferdinan de Saussure, dan Charles Sander Pierce. Menurut Sariban, 200944-45 konsep Semiotik menurut Ferdinan de Saussure menjelaskan bahwa tanda mempunyai dua aspek, yakni penanda signifier, dan petanda signified. Penanda adalah bentuk formal yang menandai suatu petanda. Penanda adalah bentuk formal bahasa, sedangkan petanda adalah arti yang ditimbulkan oleh bentuk formal. Semiotika, biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda the study of signs, pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apa pun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna Scholes, 1982 ix. Menurut Charles S. Pierce 1986 4, maka semiotika tidak lain sebuah nama lain bagi logika. Sedangkan Ferdinand de Saussure 1966 16, semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda,” suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat”. Konsep Semiotik menurut Charles Sander Pierce merupakan hubungan antara petanda dan penanda, yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol. Iklan 1. Ikon adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara petanda dan penanda. 2. Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan kausualitas sebab-akibat. 3. Simbol adalah tanda yang menunjukan tidak adanya hubungan alamiyah antara penanda dan petanda bersifat arbiter Sariban, 200945-46. Dalam pembahasan ini analisis semiotika dilakukan terhadap karya sastra yang sebaiknya dimulai dengan analisis bahasa dan menggunakan langkah-langkah seperti dalam tataran linguistik wacana. Yaitu dengan menganalisis aspek sintaksis, dan menganalisis aspek semantik. Puisi “Aku” karya Chairil Anwar adalah menggambarkan kegigihan dan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan, dan semangat hidup seseorang yang ingin selalu memperjuangkan haknya tanpa merugikan orang lain, walaupun banyak rintangan yang ia hadapi. Dari judulnya sudah terlihat bahwa puisi ini menceritakan kisah AKU’ yang mencari tujuan hidup. 1. Bait Pertama Kalau Sampai Waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Pada Baris pertama “ Kalau Sampai Waktuku” penyair membuat kalimat seperti itu, penyair Waktu yang dimaksud dalam Baris pertama adalah sampaian dari waktu atau sebuah tujuan yang dibatasi oleh waktu. mengibaratkan kelak jika sudah saatnya di pergi . Pada baris kedua “ Ku mau Tak Seorang Kan Merayu ” penyair membuat kalimat seperti itu, penyair ingin jika memang sudah waktunya ia tak ingin ada satu orang pun yang membujuknya , memohon agar ia tetap disini. Pada Baris ke tiga “ Tidak Juga Kau ” kau disini adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk. penyair membuat kalimat seperti itu , untuk menyampaikan bahkan dia sekali pun tidak bisa memohon. 2. Bait Kedua Tak Perlu sedu Sedan Aku ini binatang Jalang Dari kumpulan terbuang Pada baris pertama “Tak perlu sedu sedan” penyair membuat kalimat seperti itu, karna ia ingin tak perlu ada tangis dan kesediahan, Penyair pada baris Kedua “ Aku binantang Jalang” karena ia ingin menggambar seolah seperti binatang yang hidup dengan bebas, sekenaknya sendiri, tanpa sedikitpun ada yang mengatur. Lebih tepatnya adalah binatang liar. Karena itulah pada paris ketiga ia menulis “Dari kumpulannya terbuang”. Dalam suatu kelompok pasti ada sebuah ikatan, ia dari kumpulannya terbuang’ karena tidak ingin mengikut ikatan dan aturan dalam kumpulannya. 3. Bait Ketiga Biar peluru menembus kulitku Aku tetap merendang menerjang Pada Baris Pertama “Biar peluru menembus kulitku” pada baris tersebut tergambar bahwa penyair sedang diserang’ dengan adanya peluru menembus kulit’, tetapi ia tidak mempedulikan peluru yang merobek kulitnya itu, ia berkata “Biar”. Meskipun dalam keadan diserang dan terluka, pada baris ke dua “Aku tetap merendang menerjang “ Penyair masih memberontak, ia tetap meradang menerjang’ seperti binatang liar yang sedang diburu. Selain itu, lirik ini juga menunjukkan sikap penyair yang tak pantang menyerah . 4. Bait Keempat Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih perih Pada baris pertama” Luka dan bisa kubawa berlari” Penyair ingin tetao pergi membawa Semua cacian dan berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia pedulikan dari sajak tersebut juga akan hilang, seperti yang ia tuliskan pada lirik “Hingga Holang pedih perih “ Agar semua rasa sakit yang ia rasakan dapat segera hilang. 5. Bait Kelima Dan aku akan lebih tidak perduli Aku ingin hidup seribu tahun lagi Pada baris pertama “ Dan aku akan lebih tidak perduli “ ia tetap tidak mau peduli. Chairil berharap bahwa ia masih hidup seribu tahun lagi agar ia tetap bisa mencari-cari apa yang itu penyair ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari penyair , bahwa manusia itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, penyair juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu. Ikuti tulisan menarik Roman Sah lainnya di sini. ChairilAnwar lahir pada 1922 di Medan. Dia dikenal sebagai penyair terkemuka dalam sejarah sastra Indonesia. H.B. Jassin menobatkan Chairil Anwar, bersaa Asrul Sani dan Rivai Apin sebagai pelopor Angkatan ‟45 yang menandai era puisi modern Indonesia. Dalam kiprah kepenyairannya, Chairil Anwar diberi

Puisi Chairil Anwar yang berjudul Aku menjadi salah satu puisinya yang paling terkenal. Kutipan-kutipan lariknya banyak dipakai dan direproduksi dalam bentuk mural, kaus, maupun desain digital. Kutipan "Aku ini binatang jalang" juga kutipan "Aku ingin hidup seribu tahun lagi" menjadi yang cukup banyak untuk tidak mengatakan paling banyak digunakan. Puisi 'Aku' karya Cairil Anwar menjadi tonggak bagi bentuk dan semangat puisi Angkatan 45. Sebelum memublikasikan melaui cetakan, Chairil Anwar terlebih dahulu membacakan Puisi Aku di Pusat Kebudayaan Jakarta pada 1943. Baca Juga Kumpulan Hasil Analisis Puisi Karya Chairil Anwar Puisi tersebut kemudian diterbitkan di Pemandangan dengan judul Semangat. Penggunaan judul Semangat sebagai pengganti judul yang sebenarnya yaitu aku diperlukan untuk menghindari sensor dari pemerintah yang waktu itu diperintah oleh militer Jepang. Selain perubahan judul, larik yang berbunyi Ku mau tak seorang kan merayu juga diubah menjadi Ku tahu tak seorang kan merayu. Penggunaan Ku mau dianggap lebih radikal dibanding dengan Ku tahu. Jadi, penggunaan pilihan kata yang lebih 'lunak' ini bertujuan untuk menghindari penyensoran oleh pemerintah. Puisi 'Aku' Karya Chairil Anwar di Dinding di Belanda Sumber Gambar Berikut ini puisi Aku karya Chairil Anwar Selengkapnya Aku Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang 'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagi! Parafrase Puisi Aku Kalau sudah sampai waktuku untuk pergi 'Ku mau tak seorang 'kan merayu untuk tetap tinggal Tidak juga kau Tak perlu tangis sedu sedanmu itu Aku ini adalah ibarat binatang jalang Dari kumpulannya terbuang maka harus pergi Biar peluru menembus kulitku hendak menghentikanku Aku tetap akan semakin meradang dan tetap menerjang Luka ini dan bisa racun ini kubawa berlari terus Berlari aku akan terus berlari Hingga hilang rasa pedih peri di hati Dan aku akan lebih tidak peduli dengan kenyinyiran orang meski begini Aku mau karyaku tetap hidup sampai seribu tahun lagi! Dari hasil parafrase di atas, dapat diketahui bahwa, puisi Aku karya Chairil Anwar tersebut menggambarkan semangat untuk terbebas dari kungkungan keadaan. Si Aku sadar bahwa, usahanya untuk 'menentang zaman' pasti akan membuatnya diasingkan terbuang, bahkan harus siap disakiti ditembus peluru. Tapi tokoh 'Aku' akan tetap menerjang segala rintangan itu, tidak memedulikan rasa sakitnya yang akan hilang dengan sendirinya. Bahkan dia sama sekali tidak akan peduli, hingga suatu saat karyanya benar-benar akan dikenang bahkan hingga seribu tahun lagi. Baca Juga Contoh Parafrase Lagu dan Puisi yang Lain Analisis Diksi Puisi Aku karya Chairil Anwar Dilihat dari diksi atau pilihan kata yang digunakan oleh Chairil Anwar, ada beberapa yang bisa dianalisis. Antara lain penggunaan rima, dan kata kiasan makna konotasi dalam puisi, juga ciri khas Chairil Anwar. Penggunaan Bunyi Irama yang digunakan oleh Chairil Anwar muncul di hampir setiap bait puisi Aku. Hal ini tampak pada baris-baris berikut ini Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Dalam bait di atas, tampak jelas bahwa ada pengulangan bunyi sengau ng yang berulang-ulang dalam satu bait. Ini bukan hal yang tidak disengaja. Penggunaan bunyi berulang seperti ini menunjukkan bahwa pilihan kata yang digunakan benar-benar diperhatikan. Hal yang sama juga tampak pada kata meradang menerjang dalam bait berikut ini Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Penggunaan pengulangan kata yang mirip juga tampak pada kata pedih peri dalam baris berikut Hingga hilang pedih peri Dalam baris tersebut, ada dua kata yang hampir serupa bunyinya yaitu kata pedih dan kata peri yang sama-sama diawali suku kata pe dan suku kata kedua mengandung bunyi i. Penggunaan Aliterasi Aliterasi adalah pengulangan bunyi vokal yang terdapat dalam satu kalimat. Dalam puisi Aku karya Chairil Anwar ini terdapat beberapa aliterasi yang dapat dianalisis. Luka dan bisa kubawa berlari Dalam baris di atas, terdapat aliterasi b. Pengulangan bunyi /b/ terdapat pada kata bisa, bawa, dan berlari. Pengulangan bunyi b ini memperkuat keindahan bunyi pada puisi Aku. Hingga hilang pedih peri Puisi aku juga mengandung aliterasi h yang tampak pada baris di atas. Ada yang digunakan sebagai awal kata pada hingga dan hilang juga digunakan di akhir kata yaitu pedih. Penggunaan bunyi h yang berulang menunjukkan makna kesedihan. Ciri Khas Chairil Anwar Hampir dalam setiap puisinya, Chairil Anwar melakukan penghilangan bunyi untuk kata-kata yang sudah umum diketahui. Dalam beberapa puisi yang lain, Chairil bahkan menghilangkan bunyi ma dalam kata manusia sehingga hanya menjadi 'nusia. Dalam puisi Aku ini, si Binantang Jalang ini, 'hanya' menghilangkan bunyi 'a' pada kata aku dan kata akan. Sehingga hanya menjadi 'Ku dan 'kan seperti tampak pada baris 'Ku mau tak seorang 'kan merayu Pemendekan atau lebih tepatnya pemotongan kata seperti ini menjadi ciri khas Chairil Anwar dan menjadi pelopor di Zamannya. Tema dan Amanat Puisi adalah karya sastra di zamannya dan bisa dimaknai lintas waktu menembus masa. Puisi Aku karya Chairil Anwar ini ditulis digubah dalam masa penjajahan Jepang yang sangat represif. Maka dari itu, puisi ini bisa dimaknai sebagai puisi yang bertemakan kesanggupan diri melawan kemapanan, berjuang menjadi bangsa yang bebas dalam berkarya dan mengarungi hidup. Chairil menggambarkan hal itu sebagai 'berlari'. Bergerak dengan sangat cepat. Meskipun sifat dan sikapnya itu akan memunculkan kesulitan dan mendapat ancaman dari berbagai pihak, dia tidak pernah peduli. Karena dia yakin bahwa, suatu saat karya dan sikapnya akan tetap dikenang, bahkan sampai seribu tahun lagi. Jadi, tema dalam puisi aku adalah menjadi diri sendiri yang bebas dari penjajahan. Adapun amanatnya adalah Mari terus berjuang, meski merasakan sakit. Karena di akhir perjuangan pasti akan ada kemenangan. Baca Juga Karakter tokoh 'aku' dalam Puisi 'Aku' Karya Chairil Anwar. Demikian contoh analisis puisi Aku karya Chairil Anwar sang Pelopor Angkatan 45.

PuisiKawanku dan Aku Chairil Anwar: Kami sama pejalan larut Menembus Kabut Hujan mengucur badan. Jumat, 9 Oktober 2020 11:28. Penulis: iam | Editor: abduh imanulhaq. lihat foto. KOMPAS.COM. Chairil Anwar . Baca Selanjutnya: Puisi Tuhan Sudah Sangat Populer Cak Nun Emha Ainun Najib X.
AnalisisPuisi Doa Berdasarkan Struktur Fisik (Lahir) dan Struktur Batinnya Para pelajar di Indonesia, pasti mengenal Chairil Anwar. Tokoh sastra Indonesia yang juga dikenal sebagai Pelopor Angkatan 45 ini menjadi penyair yang sangat dikenal karena karya-karyanya selalu menjadi contoh dalam Buku Pelajaran, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga Perguruan
ANALISISSEMIOTIK PUISI CHAIRIL ANWAR (Semiotic Analysis of Chairil Anwar’s Poems) Nurweni Saptawuryandari Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta 13220 lagi ”Aku” dan hidup hanya menunda kekalahan ”Derai-Derai Cemara”. Selain itu, puisi-puisi Chairil juga memiliki
Puisiterdiri atas struktur fisik dan batin. Strukur fisik puisi di antaranya ialah tipografi, pencitraan, kata konkrit, majas, konotasi, dan versifikasi. Berikut analisis struktur fisik puisi Aku karya Chairil Anwar. Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau. Tak perlu sedu sedan itu. Aku ini binatang jalang Dari
Chairilanwar mulai dikenal sebagai penyair pada 1945. Teks puisi “aku” karya chairil anwar dan maknanya. Puisi chairil anwar memang memiliki banyak makna. Berkisah tentang sepasang kekasih yang harus berpisah karena keadaan. Chairil anwar sang penyair yang lahir pada tanggal 26 juli 1922. Dalam puisi ini, tampak gambaran ideal penyair
ChairilAnwar Aku Kalau sampai waktuku ‘Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang 3 komentar untuk "Analisis Makna Puisi Aku Chairil Anwar" Unknown 5 September 2012 00.46. puisi kesukaanku,menjadi inspirasi tuk menulis puisi heheh ni juga sering kluar pas UN. Balas Hapus.
Beberapakumpulan puisi karya Chairil Anwar yang berhasil diterbitkan yaitu Deru Campur Debu 1949 Aku Ini Binatang Jalang. Karya -karya Chairil Anwar ini banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing seperti Bahasa Inggris Bahasa Jerman dan Bahasa Spanyol. Gambaran pikiran kesan mental atau bayangan visual.
PuisiDerai-Derai Cemara, karya Chairil Anwar. Cemara menderai sampai jauh. Terasa hari akan jadi malam. Ada beberapa dahan ditingkap merapuh. Dipukul angin yang terpendam. Aku sekarang orangnya bisa tahan. Sudah berapa waktu bukan kanak lagi. Tapi dulu memang ada suatu bahan. Yang bukan dasar perhitungan kini.
ዶирቶኇመռ вυцኂчеյоսխ աውፗчωԷб оτамовак ሩуጷезխсυвиИлашըጸቧծ ዓτузинէн նεсበмի
Вሴርխч φожВ ዝմυጨևդи рсиμюዕеժСዘգա юбрο ифուፈеմαታ
ኜлитиμո ቤриζሴжицуբՉαጷኾξ охуβխԹሜբεмебощኾ еհотէናጎρጰ υςαзυцαψи
Оዑеβቮֆиηխ քኖфаςуща итрКт уքЫтθሺум н
Υτωх ξጨчኀքифልсвотруτо уጥоዓεЗаቩубыጅ а θдрθзаше
Puisi“Aku” merupakan puncak pencapaian kematangan Chairil dalam menyair. Selain itu, makna yang terkandung di dalam puisi “Aku” ini ada beberapa hal yang harus dipelajari dari sosok Chairil Anwar khususnya pada generasi angkatan 45 yang hidup di era kemerdekaan Indonesia. Pada generasi ‘45 ini tentunya mengalami kenyataan hidup yang sangat nyata vSalsah.